Penciptaan seni berbasis potensi lokal sebagai penguat eksistensi artistik kenusantaraan era global: studi kasus penciptaan seni kriya

Kontinuitas dan perkembangan seni kriya masa lalu yang tetap eksis hingga masa kini sebagai warisan tradisi yang memiliki fungsi penguat eksistensi budaya negeri (Timbul Raharjo, 2011). Ada kegamangan dari para individu maupun komunitas yang setia pada produk seni kriya tersebut. Mereka risau akan t...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: Ponimin, Ponimin (Author)
Format: Book
Published: 2022-08-11.
Subjects:
Online Access:Link Metadata
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
Description
Summary:Kontinuitas dan perkembangan seni kriya masa lalu yang tetap eksis hingga masa kini sebagai warisan tradisi yang memiliki fungsi penguat eksistensi budaya negeri (Timbul Raharjo, 2011). Ada kegamangan dari para individu maupun komunitas yang setia pada produk seni kriya tersebut. Mereka risau akan tersingkirkan oleh perubahan zaman. Oleh karena itu banyak kegiatan diarahkan pada pelestarian atau pengembangan terhadap seni kriya tradisi tersebut. Yakni dengan pengadaan workshop kriya keramik seni kriya tenun, kriya Rajut, kriya logam, kriya kayu, kriya kulit, dan sejenisnya (Hirsenberger et al., 2019). Pelestarian terkadang juga menjadi alasan kuat untuk melanggengkan serta menghidupkan perilaku masyarakat etnik Nusantara untuk terus menjaga tradisi tersebut. Dari sana pula sari patinya tak pernah habis untuk diolah dan dikembangkan menjadi seni kriya masa kini melalui teknik, bentuk dan fungsinya. Yakni oleh para perupa / kriyawan yang berada pada ruang dan waktu kekinian maupun masyarakat yang peduli budaya lokal untuk dieksplorasi ke dalam tuntutan budaya masa kini (Kathleen K. Desmond., 2011). Seni Kriya tradisi dipandang penting karena mencerminkan aspek keunikan dari segi: nilai, bentuk, teknik, atau proses penggarapannya. Di berbagai kawasan pelosok Nusantara terkadang seni kriya diproduksi oleh masyarakat hanya pada waktu luang di selah-selah pekerjaan utama (Timbul Raharjo, 2011). Penggarapan seni kriya tradisi dicapai dari ketekunan atau ketelatenan pelakunya, terkadang tanpa menekankan konsep estetik yang jelas. Estetika kriya mengalir alamiah dan bertransformasi dari waktu ke waktu mengikuti irama roda budaya yang menyertai dimana serta kapan seni kriya tersebut berlangsung dan berkembang (Costin, 2001). Sebagai contoh, bila produk seni kriya dikaitkan dengan sistem sosial masyarakat agraris masa lalu, bahwa produk kriya yang dihasilkan umumnya terpusat pada benda-benda pakai untuk membantu memudahkan pekerjaan beragraris tersebut. Jika mereka membutuhkan waluku, keranjang, belanga, maka usaha yang dapat mereka kerjakan hanya pada pemberian sentuhan menghias, dapat menghaluskan, mengukir, atau memberikan penekanan estetik untuk memberikan identitas kepemilikan serta penguatan nilai simbolik (Hariyono, 2017). Letak kualitas estetik yang mampu dimunculkan adalah ikatan emosional antara pembuat dan benda yang dibuatnya. Ketika sistem sosial pada masyarakat mengalami perubahan, aktivitas pengerjaan benda seni kriya mengalami peningkatan pula. Peningkatan tersebut baik dari aspek bahan, teknik, atau prosedur kreatifnya (Zulaikha et al., 2012).
Item Description:http://repository.um.ac.id/2474/1/fullteks.pdf