KONSEP TAUHID AL-WAHDAT AL-SYUHÛD DALAM PANDANGAN SYEKH MUHAMMAD NAFIS AL-BANJARI

Pada awal perintisan Islam yakni zaman Rasulullah Saw, tidak ada satupun pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh Rasulullah Saw. Tidak pula jawaban yang di sampaikan Rasulullah Saw menimbulkan keraguan sedikitpun. Berbeda halnya ketika Islam memasuki zaman pertumbuhan untuk kemudian menjadi peradab...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: Alam, Fathul (Author)
Format: Book
Published: 2011.
Subjects:
Online Access:Connect to this object online
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!

MARC

LEADER 00000 am a22000003u 4500
001 repoums_14580
042 |a dc 
100 1 0 |a Alam, Fathul  |e author 
245 0 0 |a KONSEP TAUHID AL-WAHDAT AL-SYUHÛD DALAM PANDANGAN SYEKH MUHAMMAD NAFIS AL-BANJARI 
260 |c 2011. 
500 |a https://eprints.ums.ac.id/14580/1/2._Halaman_Depan.pdf 
500 |a https://eprints.ums.ac.id/14580/2/3._BAB_I.pdf 
500 |a https://eprints.ums.ac.id/14580/4/3._BAB_II.pdf 
500 |a https://eprints.ums.ac.id/14580/5/3._BAB_III.pdf 
500 |a https://eprints.ums.ac.id/14580/7/3._BAB_IV.pdf 
500 |a https://eprints.ums.ac.id/14580/8/3._BAB_V.pdf 
500 |a https://eprints.ums.ac.id/14580/10/4._Daftar_Pustaka.pdf 
500 |a https://eprints.ums.ac.id/14580/12/5._Lampiran-lampiran.pdf 
520 |a Pada awal perintisan Islam yakni zaman Rasulullah Saw, tidak ada satupun pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh Rasulullah Saw. Tidak pula jawaban yang di sampaikan Rasulullah Saw menimbulkan keraguan sedikitpun. Berbeda halnya ketika Islam memasuki zaman pertumbuhan untuk kemudian menjadi peradaban besar. Munculah, pertanyaan-pertanyaan yang seolah tidak dapat menjawab peradaban manusia. Perdebatan teologis (baca: aliran kalam) dalam masa Islam klasik (Jabariyah, Mu'tazilah, Ahl Sunnah wal Jama'ah) sebagaimana kita ketahui telah banyak menimbulkan perpecahan dan korban. Pertanyaan-pertanyaan seperti; apakah manusia memiliki kuasa atau tidak dalam mewujudkan perbuatannya? atau pertanyaan apakah Tuhan memiliki sifât atau tidak?, sungguh hingga detik ini, masih menjadi diskursus baik bagi cerdik-cendikia, fuqaha, penggemar hakikat atau pegiat spiritual sekalipun untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan niscaya tersebut. Dari sini timbul pertanyaan selanjutnya, apakah pertanyaan-pertanyaan teologis tersebut adalah sebuah kebutuhan umat atas pemahaman tauhid yang benar? ataukah ada motivasi lain dibalik pertanyaan-pertanyaan tersebut?. Penelitian tentang Tauhid Wahdah al-Syuhûd ini, adalah sebuah upaya konkrit, menjawab pertanyaan-pertanyaan niscaya tersebut. Penelitian ini secara spesifik mengangkat tokoh periperal dari daratan Borneo bernama syekh Muhammad Nafis Al-Banjari yang terkenal dengan kitab al-durr al-nafîs-nya, tokoh kedua dari Pulau kalimantan setelah syekh Arsyad sebagaimana umumnya diketahui. Jenis penelitian ini termasuk dalam penelitian lampau (Islam sebagai produk sejarah dan sasaran penelitian), secara spesifik bibliografis dan kepustakaan (library research). Penelitian ini dilakukan dengan metode pendekatan sintesis "ilmiah-cum-doctriner" (penggabungan ilmiah dan doktriner) atau dapat pula di katakan metode "simpatetik ilmiah" dengan jalan historis (sejarah) dan teologis (normatif), diperkuat dengan metode komunikasi, dengan cara interview (wawancara) dari sumber kompeten. Penelitian ini (research on religion) dalam rangka menemukan pemahaman pemikiran agama - sui generis namun juga dapat dipertanggungjawabkan secara normatif idealistik. Pengumpulan data dilakukan dengan metode dokumentasi dan dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif-analitis (content analysis). Kesimpulan yang diambil dari penelitian ini adalah.; Pertama, konsep tauhid syekh Nafis dalam masalah perbuatan lebih dekat kepada Jabariyah dan Ahl Sunnah wa Jama'ah dan berbeda tegas dengan Mu'tazilah. Dalam masalah sifât syekh Nafis lebih dekat kepada Ahl Sunnah wal Jama'ah dan Mu'tazilah. Kedua, dalam mencapai musyahadah salik harus membebaskan sifât-sifât kemanusiaan dan menghindari syirik khafi. Ketiga, inti dari ajaran Wahdah as-syuhûd syekh Nafis adalah mengenal Tuhan dan perjumpaan dengan Tuhannya (Liqa Billah), dengan tetap berpegang teguh kepada syari'at Muhammad Saw, agar tidak terjerumus dalam ke-fasiq-an ataupun ke-zindiq-an. Dalam istilah yang lebih populer dikenal dengan syariat yang berhakikat dan hakikat yang bersyariat". 
546 |a en 
546 |a en 
546 |a en 
546 |a en 
546 |a en 
546 |a en 
546 |a en 
546 |a en 
690 |a BP Bahaism. Theosophy, etc 
655 7 |a Thesis  |2 local 
655 7 |a NonPeerReviewed  |2 local 
787 0 |n https://eprints.ums.ac.id/14580/ 
787 0 |n H000060010 
856 \ \ |u https://eprints.ums.ac.id/14580/  |z Connect to this object online