PANDANGAN MUHAMMADIYAH TENTANG KEBUDAYAAN PASCA MUKTAMAR KE-43 DI ACEH

Sejak awal Muhammadiyah dengan tegas memposisikan dirinya sebagai gerakan purifikasi. Dangan pola gerakan seperti ini, menjadikan Muhammadiyah seakan menjaga jarak dengan kebudayaan. Kebudayaan seakan dianggap jauh dari nilai-nilai Islam. Akibat lebih lanjut agama dan budaya tidak mungkin dapat bers...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: PERKASA , MUCHAMAD ABUBAKAR RYAN (Author)
Format: Book
Published: 2007.
Subjects:
Online Access:Connect to this object online
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
Description
Summary:Sejak awal Muhammadiyah dengan tegas memposisikan dirinya sebagai gerakan purifikasi. Dangan pola gerakan seperti ini, menjadikan Muhammadiyah seakan menjaga jarak dengan kebudayaan. Kebudayaan seakan dianggap jauh dari nilai-nilai Islam. Akibat lebih lanjut agama dan budaya tidak mungkin dapat bersinergi. Hal itu karena agama dan budaya menurut Muhammdiyah berada pada dua kutub yang berbeda. Dalam perjalanannya, gerakan purifikasi yang dijadikan pola gerakan Muhammadiyah seakan mengalami kebuntuan dalam hal kebudayaan. Gerakan ini tidak berhasil mengubah pemahaman keagamaan masyarakat secara total. Bahkan pada tataran praksis terkadang gerakan ini menimbulkan sikap represif dari sebagian masyarakat yang menolaknya, sehingga ketegangan sosialpun sering terjadi di masyarakat. Untuk membuka kebuntuan dari langkah gerak purifikasi ini, Muhammadiyah melakukan kritik internal dan pembenahan diri. Muhammadiyah sadar perlu mengadakan peninjauan ulang paham tentang kebudayaan yang selama ini dipegang. Realisasinya diwujudkan dengan diadakannya musyawarah yang mengagendakan pembahasan masalah kebudayaan. Oleh karena penelitian ini dibatasi pada masa setelah Muktamar ke-43 di Aceh, maka yang akan dipaparkan dalam penelitian ini adalah hasil keputusan musyawarah Muhammadiyah pasca Muktamar tersebut. Diantaranya, hasil Munas Tarjih XXV dan Muktamar ke-44 di Jakarta, hasil Sidang Tanwir XII di Bali dan hasil Sidang Tanwir XIII di Makassar. Sedangkan yang menjadi pijakan dari penelitian adalah hasil Munas Tarjih XXIII dan Muktamar ke-43 di Aceh. Pendekatan dalam penelitian ini bersifat historis-filosofis. Yang dimaksud historis adalah proses yang meliputi pengumpulan dan penafsiran gejala-gejala dan untuk memahami kenyataan sejarah bahkan untuk memahami situasi sekarang dan meramalkan perkembangan yang akan datang, sedangkan filosofis adalah menganalisa sejauh mungkin pemikiran yang terungkapkan sampai kepada landasan yang mendasari pemikiran tersebut. Metode analisis yang digunakan adalah metode hermeneutic, yaitu menafsirkan atau menjelaskan data yang diperoleh. Dengan pendekatan dan metode analisa tersebut, penelitian ini berupaya menganalisa pandangan Muhammadiyah terhadap kebudayaan pasca Muktamar ke-43 di Aceh. Hasil dari analisa penelitian adalah Muhammadiyah melakukan pembenahan konsep tentang kebudayaan. Dan dari hasil pembenahan konsep ini, Muhammadiyah berhasil menentukan strategi untuk membuka pintu dialektika dengan dengan kebudayaan yaitu dengan Dakwah Kultural. Analisa selanjutnya menyimpulkan bahwa dengan pandangan tentang kebudayaan ini, Muhammadiyah berupaya melakukan transformasi kebudayaan dalam Masyarakat menuju kepada kehidupan yang lebih islami. Dengan demikian, pandangan Muhammadiyah tentang kebudayaan dapat menjadi nilai yang dijadikan pedoman bersama dalam berhubungan dengan budaya. Sehingga pandangan ini, dapat menjadi perekat sekaligus pencegah disintegrasi.dalam masyarakat.
Item Description:https://eprints.ums.ac.id/15254/1/HALAMAN_DEPAN.pdf
https://eprints.ums.ac.id/15254/2/BAB_I.pdf
https://eprints.ums.ac.id/15254/4/BAB_II.pdf
https://eprints.ums.ac.id/15254/6/BAB_III.pdf
https://eprints.ums.ac.id/15254/8/BAB_IV.pdf
https://eprints.ums.ac.id/15254/10/BAB_V.pdf
https://eprints.ums.ac.id/15254/12/BAB_VI.pdf
https://eprints.ums.ac.id/15254/14/DAFTAR_PUSTAKA.pdf
https://eprints.ums.ac.id/15254/16/LAMPIRAN.pdf