Tanggung Jawab Para Pihak dalam Perjanjian Charter Pesawat Udara Antara PT. Airborne Informatics dengan PT. Whitesky Aviation
Angkutan udara sebagai salah satu moda transportasi tidak dapat dipisahkan dari moda-moda transportasi lain yang ditata dalam sistem transportasi nasional, yang dinamis dan mampu mengadaptasi kemajuan di masa depan. Transportasi udara mempunyai karakteristik mampu mencapai tujuan dalam waktu cepat,...
Saved in:
Main Author: | |
---|---|
Format: | Book |
Published: |
2011.
|
Subjects: | |
Online Access: | Connect to this object online |
Tags: |
Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
|
Summary: | Angkutan udara sebagai salah satu moda transportasi tidak dapat dipisahkan dari moda-moda transportasi lain yang ditata dalam sistem transportasi nasional, yang dinamis dan mampu mengadaptasi kemajuan di masa depan. Transportasi udara mempunyai karakteristik mampu mencapai tujuan dalam waktu cepat, berteknologi tinggi dan memerlukan tingkat keselamatan tinggi, perlu lebih dikembangkan potensinya dan ditingkatkan peranannya sebagai penghubung wilayah baik nasional maupun internasional, sebagai penunjang, pendorong dan penggerak pembangunan nasional demi peningkatan kesejahteraan rakyat. Rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah tanggungjawab PT. Airborne Informatics sebagai pencharter untuk kerugian yang timbul terhadap PT. Whitesky Aviation? 2. Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi oleh para pihak dalam pelaksanaan pengangkutan udara dengan charter pesawat udara? Sedangkan tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisis: 1) Tanggungjawab PT. Airborne Informatics sebagai pencharter untuk kerugian yang timbul terhadap PT. Whitesky Aviation. 2. Hambatanhambatan yang dihadapi oleh para pihak dalam pelaksanaan pengangkutan udara dengan charter pesawat udara. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode pendekatan yuridis empiris. Sumber data meliputi: 1. Data primer, yaitu data yang berasal dari pihak-pihak yang terlibat dengan objek penelitian, 2. Data sekunder, yaitu data yang diambil dari buku-buku, literatur, peraturan perundang-undang dan sumbersumber lainnya yang ada hubungannya dengan objek penelitian. Sedangkan metode analisis dengan analisa kualitatif, dengan cara mengumpulkan data, dihubungkan dengan literatur, dicari permasalahan dan pemecahannya dan terakhir ditentukan kesimpulan. Hasil penelitian dapat disimpulkan: 1. Konsep tanggung jawab hukum terhadap ganti rugi akibat kecelakaan menganut konsep tanggung jawab hukum praduga bersalah (presumption of liability), kecuali penumpang dapat membuktikan bahwa perusahaan penerbangan berbuat kesalahan yang disengaja (willful mieconduct). Sedangkan konsep tanggung jawab hukum terhadap bagasi kabin menganut konsep tanggung jawab atas dasar kesalahan (based on fault liability), kecuali kerusakan tersebut disebabkan oleh tindakan perusahaan penerbangan atau orang yang dipekerjakan. 2. Hambatan-hambatan yang sering dialami oleh perusahaan penerbangan swasta antara lain hambatan yang sumbernya dari percharter dan hambatan perusahaan pengangkut seperti hambatan teknik maupun masalah crew, namun ada juga hambatan lain seperti cuaca buruk, penutupan pelabuhan udara yang tidak terduga, kerusakan alat foto udara yang tak terdeteksi. Namun hambatan yang paling dirasakan adalah mengenai besarnya ganti rugi yang diberikan pihak pengangkut melalui asuransi tidak sama, sehingga perlu dipertegas lagi peraturan pemerintah mengenai besarnya ganti rugi yang diberikan. Saran dalam penelitian ini antara lain: 1. Sosialisasi UURI No. 1 Tahun 2009 dengan Peraturan-peraturan Pelaksanaan hendaknya diintensifkan sehingga semua aspek yang terlibat dalam angkutan udara Indonesia memperoleh kepastian proteksi asuransinya, karena selama ini besarnya nilai ganti rugi pada kecelakaan pesawat udara berbeda antara satu perusahaan penerbangan dengan perusahaan perbangan lainnya. 2. UURI No.1 Tahun 2009 mengatur kewajiban perusahaan untuk mengasuransikan tanggung jawabnya, karena bilamana perusahaan penerbangan mematuhi UU No. 1 Tahun 2009 ini, apabila terjadi kecelakaan yang menelan korban, asuransi akan membayar kepada penumpang. Pembayaran ganti rugi oleh asuransi kepada penupang tersebut sebenarnya untuk dan atas nama perusahaan penerbangan, bukan atas nama asuransi. Diharapkan Menteri Perhubungan segera mengatur besaran jumlah ganti rugi untuk setiap penumpang yang meninggal dunia guna menggantikan peraturan perundang-undangan yang sekarang hanya Rp. 40 juta. |
---|---|
Item Description: | https://eprints.ums.ac.id/15803/1/DEPAN.pdf https://eprints.ums.ac.id/15803/2/BAB_I.pdf https://eprints.ums.ac.id/15803/4/BAB_II.pdf https://eprints.ums.ac.id/15803/5/BAB_III.pdf https://eprints.ums.ac.id/15803/14/BAB_IV.pdf https://eprints.ums.ac.id/15803/17/DAFTAR_PUSTAKA.pdf |