Hukum Menjual Harta Wakaf (Studi Dalil dan Metode IstinbatImam Syafi'i Tentang Hukum Menjual Harta Wakaf)

Imam Syafi'i yang lebih dikenal sebagai pendiri mazhab Syafi'iyah adalah seorang ahli pikir Islam yang besar dibidang hukum fiqh, metode pemikirannya bersifat menggabungkan aliran naqli dan aliran ra'yu, prinsip yang dipakainya adalah menekankan penggunaan hadits benar-benar sahih dan...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: Dayuni, Fitri (Author)
Format: Book
Published: 2012.
Subjects:
Online Access:Connect to this object online
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!

MARC

LEADER 00000 am a22000003u 4500
001 repoums_18374
042 |a dc 
100 1 0 |a Dayuni, Fitri  |e author 
245 0 0 |a Hukum Menjual Harta Wakaf (Studi Dalil dan Metode IstinbatImam Syafi'i Tentang Hukum Menjual Harta Wakaf) 
260 |c 2012. 
500 |a https://eprints.ums.ac.id/18374/1/DEPAN.pdf 
500 |a https://eprints.ums.ac.id/18374/2/BAB_I.pdf 
500 |a https://eprints.ums.ac.id/18374/3/BAB_II.pdf 
500 |a https://eprints.ums.ac.id/18374/4/BAB_III.pdf 
500 |a https://eprints.ums.ac.id/18374/5/BAB_IV.pdf 
500 |a https://eprints.ums.ac.id/18374/6/BAB_V.pdf 
500 |a https://eprints.ums.ac.id/18374/7/DAFTAR_PUSTAKA.pdf 
500 |a https://eprints.ums.ac.id/18374/8/LAMPIRAN.pdf 
520 |a Imam Syafi'i yang lebih dikenal sebagai pendiri mazhab Syafi'iyah adalah seorang ahli pikir Islam yang besar dibidang hukum fiqh, metode pemikirannya bersifat menggabungkan aliran naqli dan aliran ra'yu, prinsip yang dipakainya adalah menekankan penggunaan hadits benar-benar sahih dan memperkecil kemungkinan pendapat pribadi secara bebas. Dalam masalah menjual harta wakaf ternyata Imam Syafi'i mempunyai pendapat sendiri seperti yang disebutkan Mughniyyah dalam bukunya dituliskan: Imam Syafi'i menyatakan, pada dasarnya tidak membolehkan adanya perubahan harta wakaf. Ia mengatakan menjual dan mengganti harta dalam kondisi apapun hukumnya tidak boleh, bahkan terhadap wakaf khusus sekalipun, seperti wakaf bagi keturunan sendiri sekalipun terdapat seribu satu alasan. Ia hanya membolehkan penerimaan wakaf untuk pemanfaatan barang wakaf khusus manakala ada alasan tertentu. Misalnya terhadap pohon wakaf yang sudah layu dan tidak bisa berubah lagi, jadi penerima wakaf boleh menebang dan menjadikannya sebagai kayu bakar, akan tetapi tidak boleh menjual atau mengganti pohon tersebut. Adapun permasalahan yang dirumuskan dalam skripsi ini adalah (1) Apakah dalil yang digunakan Imam Syafi'i tentang hukum menjual harta wakaf, (2) Bagaimana metode istinbat Imam Syafi'i tentang hukum menjual harta wakaf?, (3) Apakah relevansi dalil dan metode istinbat Imam Syafi'i dengan hukum perwakafan di Indonesia? Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan apa dalil Imam Syafi'i tentang hukum menjual harta wakaf, menjelaskan bagaimana metode istinbat Imam Syafi'i tentang menjual harta wakaf, dan menjelaska relevansi dalil dan metode istinbat dengan perwakafan di Indonesia. Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research). Dalam hal ini, sumber data yang akan digunakan dibagi menjadi dua yaitu, sumber data primer dan sumber data sekunder. Berdasarkan hasil analisa dari pembahasan, maka untuk menjawab rumusan masalah yang pertama dapat disimpulkan: 1) bahwa Imam Syafi'i dalam menetapkan hukum menjual harta wakaf menggunakan dalil dari as-Sunnah yaitu hadits dari Ibn Umar tentang larangan menjual, merubah dan mengganti harta wakaf, kemudian ijma' yakni, ijma tentang pelaksanaan wakaf sahabat seperti Ibn Jabir, dan yang terakhir yaitu qiyas, 2) Sedangkan metode yang digunakan Imam Syafi'i dalam memahami dalil tersebut yaitu dengan mengambil hukum berdasarkan lafadz-nya atau disebut juga dengan istinbat lafdzi, yang berbentuk nahi (larangan), 3) Adapun relevansi dari dalil dan metode istinbat Imam Syafi'i dalam hukum perwakafan di Indonesia sebagai representasi hukum Islam bisa dilihat pada Pasal 40 dan 41 ayat (1) UU Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf ini, masalah menjual atau merubah harta wakaf dimasukkan dalam hukum pengecualian (al-hukmu al-istitsna'i) seperti disebut pada pasal 40 dan 41 ayat (1) bahwa harta benda yang sudah diwakafkan dilarang: dijadikan jaminan, disita, dihibahkan, Dijual, diwariskan, ditukar, atau dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya. Dari ketentuan-ketentuan yang tercantum mulai Pasal 40 dan 41 diatas, terlihat adanya sikap kehati-hatian dalam tukar-menukar barang wakaf, dan masih menekankan upaya menjaga keabadian barang wakaf selama keadaannya masih normal-normal saja. Tapi disisi lain juga sudah membuka pintu istibdal meskipun tidak tasahul (mempermudah masalah). Hal ini lebih dijelaskan pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 42 Tahun 2006 pasal 49, 50 dan 51. 
546 |a en 
546 |a en 
546 |a en 
546 |a en 
546 |a en 
546 |a en 
546 |a en 
546 |a en 
690 |a BA Islamic 
690 |a BP Bahaism. Theosophy, etc 
690 |a HG Finance 
655 7 |a Thesis  |2 local 
655 7 |a NonPeerReviewed  |2 local 
787 0 |n https://eprints.ums.ac.id/18374/ 
787 0 |n I000070011 
856 \ \ |u https://eprints.ums.ac.id/18374/  |z Connect to this object online