Penatalaksaan Fisioterapi Pada Kasus Paraparese Inferior Ec Post Laminectomy Di RSUD Salatiga

Latar Belakang: Kelemahan atau kelumpuhan parsial yang ringan dan tidak lengkap atau suatu kondisi yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan atau gerakan terganggu disebut dengan paraparese. Kelemahan adalah hilangnya sebagian fungsi otot untuk satu atau lebih kelompok otot yang dapat menyebabka...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Authors: Andriyani, Harpeni Dwi (Author), , Wahyuni, SSt.FT.M.Kes (Author)
Format: Book
Published: 2013.
Subjects:
Online Access:Connect to this object online
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
Description
Summary:Latar Belakang: Kelemahan atau kelumpuhan parsial yang ringan dan tidak lengkap atau suatu kondisi yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan atau gerakan terganggu disebut dengan paraparese. Kelemahan adalah hilangnya sebagian fungsi otot untuk satu atau lebih kelompok otot yang dapat menyebabkan gangguan mobilitas bagian yang terkena (Ohorella, 2011). Rumusan masalah: Apakah ada manfaat penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi paraparese inferior ec post lamictomy dapat mengurangi nyeri, meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan LGS,dan meningkatkan aktifitas funngsional. Tujuan: Untuk mengetahui manfaat penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi paraparese inferior ec post lamictomy dapat mengurangi nyeri, meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan LGS, dan meningkatkan aktifitas fungsional, dengan modalitas SWD, dan terapi latihan. Hasil: Setelah dilakukan terapi sebanyak 6 kali didapatkan hasil penurunan nyeri diam dari T1 1 cm menjadi 0 cm, nyeri tekan T1 2 cm menjadi 1 cm, dan nyeri gerak T1 4 cm menjadi 3 cm. meningkatnya LGS pada hip kiri dan trunk, meningkatnya kekuatan otot pada grup otot otot fleksor, ekstensor, adduktor, dan abduktor hip sinistra, dan peningkatan aktifitas fungsional pada terapi ke 6. Kesimpulan: Mekanisme paraparese inferior karena adanya kompresi intervertebra yang secara progresif dan kemudian mengarah pada terjadinya perubahan pada daerah perbatasan tulang-tulang vertebra dan ligament. Proses degenerasi sendiri dimulai dari nucleus, yang menjadi keras dan berkurang elastisitasnya. Anulus fibrosus menjadi mudah sobek dan menonjol keluar dari sela vertebra. Sendi apofiseal menjadi sempit, kartilago menipis atau hilang sama sekali, sehingga sendi menjadi kaku (Caillet, 1978). Problematika fisioterapi yang dihadapi adalah penurunan kekuatan otot pada kedua tungakai. Dengan menggunakann modalitas SWD, dan terapi latihan, bermanfaat terhadap penurunan nyeri, dan peningkatan kekuatan otot, dan meningkatkan serta mengoptimalkan aktifitas fungsional didapatkan hasil penurunan nyeri, meningkatnya LGS, meningkatnya kekuatan otot, dan peningkatan aktifitas fungsional.
Item Description:https://eprints.ums.ac.id/26846/1/HALAMAN_DEPAN.pdf
https://eprints.ums.ac.id/26846/2/BAB_I.pdf
https://eprints.ums.ac.id/26846/3/BAB_II.pdf
https://eprints.ums.ac.id/26846/4/BAB_III.pdf
https://eprints.ums.ac.id/26846/5/BAB_IV.pdf
https://eprints.ums.ac.id/26846/7/BAB_V.pdf
https://eprints.ums.ac.id/26846/8/DAFTAR_PUSTAKA.pdf
https://eprints.ums.ac.id/26846/9/Lampiran.pdf
https://eprints.ums.ac.id/26846/12/Naskah_Publikasi.pdf