PEMAHAMAN MASYARAKAT TEHADAP UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN TERHADAP FENOMENA PRAKTEK POLIGAMI DI KABUPATEN BANDUNG"(Studi Kasus di Kampung Manglid Desa Margahayu Selatan)

Istilah poligami berasal dari bahasa inggris "poligamy" dan disebut dalam hukum islam, yang berarti beristri lebih dari seorang wanita. Poligami menurut kaidah islam adalah salah satu upaya untuk menyelamatkan kaum wanita dari dekadensi moral yang diakibatkan oleh ketidak seimbangan jumlah...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: Wiwi Sugiharti, - (Author)
Format: Book
Published: 2010-06-29.
Subjects:
Online Access:Link Metadata
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
Description
Summary:Istilah poligami berasal dari bahasa inggris "poligamy" dan disebut dalam hukum islam, yang berarti beristri lebih dari seorang wanita. Poligami menurut kaidah islam adalah salah satu upaya untuk menyelamatkan kaum wanita dari dekadensi moral yang diakibatkan oleh ketidak seimbangan jumlah perempuan dengan laki-laki yang lahir dalam kurun waktu tertentu. Dalil "poligami bersifat sunah" biasanya diajukan karena disandarkan kepada teks ayat Al Quran (QS An-Nisa, 4: 2-3) tapi terkadang memiliki berbagai kendala. Satu-satunya ayat yang berbicara tentang poligami sebenarnya tidak mengungkapkan hal itu pada konteks memotivasi, apalagi mengapresiasi poligami. Ayat ini meletakkan poligami pada konteks perlindungan terhadap yatim piatu dan janda korban perang. Hukum poligami bisa menjadi wajib, apabila memang dikhawatirkan akan terjerumus pada perzinahan atau maksiat, terutama karena adanya satu atau beberapa faktor dari faktor-faktor di atas. Poligami juga bisa menjadi harus, apabila seorang suami dipandang mampu serta memiliki fasilitas lebih serta memiliki keinginan untuk berpoligami. Menghambat keinginan seseorang padahal dia akan mampu, akan berdampak negative khususnya bagi kelangsungan keluarga. Tapi, poligami juga bisa haram hukumnya, terutama apabila seorang suami dipandang tidak mampu memenuhi hak yang sepatutnya diberikan kepada istri-istrinya. Dan, poligami bisa makhruh, misalnya, apabila suami dianggap gagal memenuhi beberapa hak istrinya, atau karena adanya alasan lain yang bisa menggugurkan kebolehan berpoligami. Sedangkan syarat-syarat poligami tercantum atau diatur dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pasal 41. Sebelum seseorang ingin melakukan poligami, diwajibkan meminta izin kepada Pengadilan Agama dengan cara mengajukan permohonan untuk berpoligami. Tata cara untuk mendapatkan izin dari Pengadilan tercantum dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dari pasal 40 sampai dengan pasal 43. Pengadilan akan mengabulkan permohonan seseorang untuk berpoligami apabila ketentuan-ketentuan yang ada dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1975 Tentang Perkawinan terpenuhi, tetapi apabila ketentuan-ketentuan tersebut tidak terpenuhi maka surat izin tidak akan didapatkan seseorang tersebut.
Item Description:http://repository.upi.edu/100422/5/s_pkn_020013_table_of_content.pdf
http://repository.upi.edu/100422/4/s_pkn_020013_chapter1.pdf
http://repository.upi.edu/100422/2/s_pkn_020013_chapter2.pdf
http://repository.upi.edu/100422/1/s_pkn_020013_chapter3.pdf
http://repository.upi.edu/100422/3/s_pkn_020013_chapter4.pdf
http://repository.upi.edu/100422/7/s_pkn_020013_chapter5.pdf
http://repository.upi.edu/100422/6/s_pkn_020013_bibliography.pdf