IBING TAYUB: KALANGENAN DAN IDENTITAS MÉNAK PRIANGAN TAHUN 1920-1950

Skripsi berjudul "Ibing tayub: Kalangenan dan Identitas Ménak Priangan Tahun 1920-1950" berisi uraian mengenai pertunjukan kesenian yang di Priangan dikenal dengan nama Ibing tayub. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah mengenai bagaimana kesenian Ibing Tayub mampu menjadi ide...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: Yulianty Efendi, - (Author)
Format: Book
Published: 2011-05-27.
Subjects:
Online Access:Link Metadata
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!

MARC

LEADER 00000 am a22000003u 4500
001 repoupi_103155
042 |a dc 
100 1 0 |a Yulianty Efendi, -  |e author 
245 0 0 |a IBING TAYUB: KALANGENAN DAN IDENTITAS MÉNAK PRIANGAN TAHUN 1920-1950 
260 |c 2011-05-27. 
500 |a http://repository.upi.edu/103155/5/s_sej_060162_table_of_content.pdf 
500 |a http://repository.upi.edu/103155/4/s_sej_060162_chapter1.pdf 
500 |a http://repository.upi.edu/103155/4/s_sej_060162_chapter2.pdf 
500 |a http://repository.upi.edu/103155/3/s_sej_060162_chapter3.pdf 
500 |a http://repository.upi.edu/103155/1/s_sej_060162_chapter4.pdf 
500 |a http://repository.upi.edu/103155/2/s_sej_060162_chapter5.pdf 
500 |a http://repository.upi.edu/103155/6/s_sej_060162_bibliography.pdf 
520 |a Skripsi berjudul "Ibing tayub: Kalangenan dan Identitas Ménak Priangan Tahun 1920-1950" berisi uraian mengenai pertunjukan kesenian yang di Priangan dikenal dengan nama Ibing tayub. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah mengenai bagaimana kesenian Ibing Tayub mampu menjadi identitas kaum ménak Priangan. Metode yang digunakan adalah metode historis dengan melalui empat tahap, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Teknik penelitian dilakukan dengan cara studi kepustakaan dengan pendekatan interdisipliner dengan menempatkan sejarah sebagai ilmu utama dibantu dengan ilmu sosial lain, misalnya sosiologi dan antropologi. Ibing tayub yang berkembang di Priangan merupakan hasil dari salah satu bentuk peniruan terhadap budaya istana Mataram, yang terjadi sejak Priangan berada dalam wilayah Mancanegara Mataram. Kontak antara budaya Jawa dan Sunda ini menimbulkan banyak pengaruh bagi Priangan. Pengaruh yang ditiru diantaranya dalam hal gelar kebangsawanan, rumah, bahasa (undak usuk basa), sampai kepada hal-hal yang bersifat kalangenan. Salah satu yang menarik dari kontak budaya tersebut adalah munculnya golongan ménak, yang sana dengan golongan priyayi Jawa. Istilah ménak merupakan salah satu kosa kata yang populer bagi masyarakat Sunda, untuk menunjukkan satu lapisan mayarakat yang memiliki hak yang istimewa.Kehidupan ménak yang bersifat mewah dan eksklusif menempatkan mereka dalam strata yang tinggi dalam tatanan masyarakat Priangan. Kekayaan dan keistimewaan kaum ménak kemudian menghasilkan gaya hidup yang mewah (grand style) dalam segala aspek kehidupan, salah satunya dalam kehidupan berkesenian. Adalah Ibing Tayub yang kemudian dipilih oleh kalangan ménak Priangan sebagai simbolisasi eksklusifitas dalam bidang kesenian. Pada awalnya ibing Tayub merupakan salah satu bentuk peniruan terhadap kesenian istana Jawa yakni Tayuban, akan tetapi pada perkembangan selanjutnya mengalami adaptasi dan pengruh dari Tari Topeng Cirebon sehingga menghasilkan reportoar tari yang khusus dan bercorak Sunda. Pemilihan Ibing Tayub sebagai kesenian yang mewakili grand style kalangan ménak Priangan, dilatarbelakangi karena kebanyakan kesenian (tari hiburan) yang berkembang di wilayah Priangan, lebih banyak ditemukan di daerah pedesaan atau pinggiran (misalnya ketuk tilu, ronggeng gunung, bangreng, banjret dan sebagainya), sehingga bersifat sederhana dan lekat dengan nuansa pedesaan dan dianggap tidak mewakili karakter dan nilai halus kalangan ménak Priangan. Dengan semakin berkembangnya ibing Tayub tidak jarang ditemukan perilaku ménak yang berlebihan dan cenderung mengarah pada hal-hal yang negatif. Salah satu contoh perbuatan yang tidak terpuji tersebut adalah mabuk pada saat menari bersama ronggéng sehingga memicu perbuatan tidak terpuji kepada ronggéng. Kondisi seperti ini kemudian menimbulkan reaksi dari seorang tokoh ménak untuk melakukan penertiban dan pembakuan gerak dalam pementasan Ibing Tayub. Pembakuan gerak dan reportoar tari ini dilakukan di paguron seni bernama Wirahmasari di Rancaekek dan diajarkan ke semua kalangan masyarakat secara sistematis dengan cara dikursuskan, sehingga tari Ibing Tayub yang yang diajarkan di paguron ini disebut Tari Keurseus. 
546 |a en 
546 |a en 
546 |a en 
546 |a en 
546 |a en 
546 |a en 
546 |a en 
690 |a L Education (General) 
655 7 |a Thesis  |2 local 
655 7 |a NonPeerReviewed  |2 local 
787 0 |n http://repository.upi.edu/103155/ 
787 0 |n httpl://repositery.upi.edu 
856 |u https://repository.upi.edu/103155  |z Link Metadata