KONFLIK POLITIK DALAM PEMILIHAN UMUM BUPATI DAN WAKIL BUPATI BANDUNG TAHUN 2010
Pemilukada sebagai ajang konsolidasi politik di kabupaten/kota diharapkan memberikan pendidikan politik yang dapat mencerdaskan. Pada prakteknya, konflik selalu terjadi dan semakin marak dengan ditunggangi oleh berbagai kepentingan individu dan kelompok. Hal ini tidak lain disebabkan oleh kepentinga...
Saved in:
Main Author: | |
---|---|
Format: | Book |
Published: |
2011-07-28.
|
Subjects: | |
Online Access: | Link Metadata |
Tags: |
Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
|
Summary: | Pemilukada sebagai ajang konsolidasi politik di kabupaten/kota diharapkan memberikan pendidikan politik yang dapat mencerdaskan. Pada prakteknya, konflik selalu terjadi dan semakin marak dengan ditunggangi oleh berbagai kepentingan individu dan kelompok. Hal ini tidak lain disebabkan oleh kepentingan kekuasaan, praktek money politic dan tingkat imitasi media tinggi. Seperti halnya konflik yang terjadi pada pelaksanaan Pemilukada Kabupaten Bandung. Konflik politik didefinisikan sebagai konflik yang berkaitan dengan isu-isu dan kebijakan-kebijakan. Konflik politik berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan proses politik dan pemerintah. Pedoman dalam membahas konflik politik maka selain diuraikan tentang konsep bentuk-bentuk konflik politik juga diuraikan faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya konflik politik dalam pemilihan kepala daerah. Dalam penelitian ini menggunakan studi deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, dokumentasi, dan wawancara. Dari hasil penelitian tentang konflik politik dalam Pemilihan Umum Bupati dan Wakil Bupati Bandung pada putaran pertama maupun putaran kedua ada beberapa bentuk konflik politik yang terjadi yaitu terjadinya aksi penolakan verifikasi pasangan calon, saling menjatuhkan antar pasangan calon, penyebaran uang palsu, adanya pendukung pasangan calon yang mengiming-ngiming peserta pencoblosan untuk memilih pasangan calon tertentu (money politic), banyaknya warga yang memiliki hak pilih, tetapi tidak terdata dalam DPT, aksi penolakan penghitungan, serta ketidakpuasan pasangan calon atas keputusan KPU Kabupaten Bandung. Dari hasil yang diperoleh oleh peneliti ada beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya konflik politik yaitu maraknya money politic, tidak maksimalnya proses pendataan pemilih, adanya fanatisme berlebihan serta black campaign dan adanya kepentingan politik serta ketidakpuasan pasangan yang kalah. Dalam menindaklanjuti konflik politik yang dilakukan yaitu di luar pengadilan yang berdasarkan fakta-fakta serta dengan menggunakan map method yang diselesaikan secara musyawarah untuk mendapatkan mufakat, serta dengan memanggil semua pihak untuk diklarifikasi atau dimintai keterangan. Kendala yang terjadi dalam menindaklanjuti konflik politik yaitu kendala internal yaitu sumber daya manusia yang masih banyak harus diperbaiki dalam segi kinerja. Kendala eksternalnya adalah tidak hadir untuk dimintai keterangan, laporan pelanggaran yang kurang lengkap. Dalam mengatasi kendala-kendala tersebut KPU lebih menegaskan lembaga-lembaga yang terkait. Sedangkan upaya Panwaslu dalam menghadapi kendala untuk menyelesaikan konflik politik adalah harus adanya kerjasama dengan Panwaslu tingkat Kecamatan dan Desa (PPL) dan Polres melakukan kerjasama dengan aparat militer seperti TNI dan menjaga keamanan lebih di tempat-tempat yang memungkinkan terjadinya konflik. |
---|---|
Item Description: | http://repository.upi.edu/104571/1/s_pkn_0705650_table_of_content.pdf http://repository.upi.edu/104571/2/s_pkn_0705650_chapter1.pdf http://repository.upi.edu/104571/3/s_pkn_0705650_chapter2.pdf http://repository.upi.edu/104571/4/s_pkn_0705650_chapter3.pdf http://repository.upi.edu/104571/6/s_pkn_0705650_chapter5.pdf http://repository.upi.edu/104571/5/s_pkn_0705650_bibliography.pdf |