ANALISIS SPASIAL KETERSEDIAAN AIR TANAH DI WILAYAH BANDUNG DENGAN MENGGUNAKAN METODE NERACA AIR THORNTHWAITE-MATTER

Air merupakan sumber daya vital dalam menunjang pembangunan ekonomi seperti sektor industri, pertanian, pariwisata dan lain-lain. Laju perkembangan di wilayah Bandung yang pesat pada setiap sektor kehidupan menyebabkan permintaan air bersih terus meningkat dan kebutuhan air bersih tersebut sebagian...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: Fu'adah, Annisa Tsamrotul (Author)
Format: Book
Published: 2014-12-24.
Subjects:
Online Access:Link Metadata
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
Description
Summary:Air merupakan sumber daya vital dalam menunjang pembangunan ekonomi seperti sektor industri, pertanian, pariwisata dan lain-lain. Laju perkembangan di wilayah Bandung yang pesat pada setiap sektor kehidupan menyebabkan permintaan air bersih terus meningkat dan kebutuhan air bersih tersebut sebagian besar masih menggantungkan kepada sumberdaya air tanah yang diperkirakan sekitar 60%. Salah satu sumber air yang sering digunakan yaitu air tanah. Saat ini Bandung termasuk ke dalam wilayah zona merah air tanah. Dengan fakta tersebut perlu dilakukan tindakan untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi seperti kekurangan air. Untuk itu, perlu diketahui kondisi ketersediaan air tanah berdasarkan dinamika neraca air dalam tanah salah satunya dengan metode Thronthwaite-Matter berdasarkan data curah hujan dan temperatur selama 10 tahun (tahun 2000-2009) dari 12 titik stasiun pengamatan yang dapat mewakili wilayah Bandung dan digambarkan dengan analisis spasial menggunakan ArcView 3.2 berupa peta spasial. Analisis spasial curah hujan memperlihatkan bahwa wilayah Bandung mengalami musim kemarau di bulan Juni-September dengan nilai curah hujan <150 mm/bulan. Dan analisis spasial ketersediaan air tanah memperlihatkan bahwa wilayah Bandung mengalami defisit air tanah pada bulan Juni-September. Pada bulan Juni-September ini dapat dikatakan bahwa bandung mengalami musim kemarau sesuai dengan analisis spasial curah hujan yang di dapat dengan bulan September sebagai puncak musim kemarau. Namun di stasiun Cibuni tidak mengalami penurunan ketersediaan air tanah atau tidak mengalami defisit karena nilai curah hujan di Cibuni yang tinggi dan nilai evapotranspirasi potensial (PE) yang hampir sama dengan nilai evapotranspirasi aktual (EA).
Item Description:http://repository.upi.edu/12872/1/S_FIS_1009217_Title.pdf
http://repository.upi.edu/12872/2/S_FIS_1009217_Abstract.pdf
http://repository.upi.edu/12872/3/S_FIS_1009217_Table_of_content.pdf
http://repository.upi.edu/12872/4/S_FIS_1009217_Chapter1.pdf
http://repository.upi.edu/12872/5/S_FIS_1009217_Chapter2.pdf
http://repository.upi.edu/12872/6/S_FIS_1009217_Chapter3.pdf
http://repository.upi.edu/12872/7/S_FIS_1009217_Chapter4.pdf
http://repository.upi.edu/12872/8/S_FIS_1009217_Chapter5.pdf
http://repository.upi.edu/12872/9/S_FIS_1009217_Bibliography.pdf
http://repository.upi.edu/12872/10/S_FIS_1009217_Lampiran.pdf