PERKEMBANGAN KESENIAN TUTUNGGULAN DI KABUPATEN PURWAKARTA TAHUN 1990-2012

Skripsi ini berjudul "Perkembangan Kesenian Tutunggulan Di Kabupaten Purwakarta Tahun 1990-2012". Adapun masalah yang diangkat dalam skripsi ini adalah Bagaimana Perkembangan Kesenian Tutunggulan di Kabupaten Purwakarta khusunya di Desa Mekarjaya dan Desa Cijunti Tahun 1990-2012? Permasala...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: Yulyani, Novika (Author)
Format: Book
Published: 2016-01-20.
Subjects:
Online Access:Link Metadata
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
Description
Summary:Skripsi ini berjudul "Perkembangan Kesenian Tutunggulan Di Kabupaten Purwakarta Tahun 1990-2012". Adapun masalah yang diangkat dalam skripsi ini adalah Bagaimana Perkembangan Kesenian Tutunggulan di Kabupaten Purwakarta khusunya di Desa Mekarjaya dan Desa Cijunti Tahun 1990-2012? Permasalahan tersebut dituangkan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut (1) latar belakang lahirnya kesenian tutunggulan di Kabupaten Purwakarta? (2) Bagaimana dinamika Kesenian Tutunggulan tahun 1990-2012 di Kabupaten Purwakarta khususnya di Desa Mekarjaya dan Desa Cijunti? (3) Bagaimana upaya yang dilakukan oleh seniman Kesenian Tutunggulan dan pemerintah Kabupaten Purwakarta untuk melestarikan Kesenian Tutunggulan? Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode historis, yang meliputi langkah-langkah heuristik, kritik, interpretsi dan historiografi. Berdasarkan hasil temuan di lapangan, Kesenian Tutunggulan merupakan kesenian yang telah ada sejak dahulu yang diwariskan secara turun-temurun. Kesenian Tutunggulan merupakan kesenian yang instrumen musik utamanya dari halu dan lisung. Fungsi kesenian tutunggulan mengalami perubahan, yaitu fungsi awal memiliki fungsi sakral untuk menghormati Dewi Sri (Nyi Pohaci), namun pada perkembangannya fungsi Kesenian Tutunggulan selain bersifat sakral tetapi bersifat hiburan saja (propan). Dikabupaten Purwakarta Kesenian Tutunggulan tersebar diberbagai daerah, namun disini peneliti hanya mengambil dua desa yang masih mempertahankan kesenian tutunggulan yaitu di Desa Mekarjaya Kecamatan Kiarapedes dan Desa Cijunti Kecamatan Campaka. Dari kedua desa tersebut terdapat perbedaan fungsi, dimana di Desa Mekarjaya memiliki fungsi ganda yaitu sebagai fungsi ritual dan hiburan, sedangkan di Desa Cijunti sudah tidak memakai fungsi ritual dalam penyajiannya hanya sebatas fungsi hiburan saja. Upaya dalam pelestarian kesenian tutunggulan dilakukan oleh masyarakat pendukungnya (seniman) dan pemerintah setempat. ; This thesis entitled "The Development of Tutunggulan Art In Purwakarta District In 1990-2012". The issues raised in this paper is How Developments of Tutunggulan Art in Purwakarta, especially in the Mekarjaya Village and Cijunti Village 1990-2012? The problem is expressed in the form of research questions as follows: (1) What is the background to the Tutunggulan Art in Purwakarta?? (2) How do the dynamics of Tutunggulan Art in 1990-2012 in Purwakarta District, especially in Mekarjaya Village and Cijunti Village? (3) How is the effort made by the Tutunggulan artist and Purwakarta District government to preserve the Tutunggulan Art? In writing this essay the author uses a historical method, which includes the steps of heuristics, criticism, interpretation, and historiography. Based on the findings in the field, Tutunggulan Art is an art that has been around since the first handed down from generation to generation. Tutunggulan Art is an art that his main instrument musical instrument made of halu and lisung. The function of Tutunggulan Art itself amended from time to time, initially had a sacred function in honor of Dewi Sri (Nyi Pohaci), but in its development function besides Tutunggulan Art is sacred but also as an entertainment (propane). In Purwakarta District, Tutunggulan Art spread across various regions, but here researchers only took two villages that still retain Tutunggulan Art, they are in the Mekarjaya Village Kiarapedes Subdistrict and Cijunti Village Campaka District. From these two villages there are differences in function, wherein the Mekarjaya Village has dual functions as a function of ritual and entertainment, whereas in the Cijunti Village no longer wore ritual function in the presentation was limited to entertainment functions only. Efforts in the preservation of Tutunggulan Art done by supporting community (artists) and local authorities.
Item Description:http://repository.upi.edu/23960/1/S_SEJ_1104702_Title.pdf
http://repository.upi.edu/23960/2/S_SEJ_1104702_Abstract.pdf
http://repository.upi.edu/23960/3/S_SEJ_1104702_Table_of_content.pdf
http://repository.upi.edu/23960/4/S_SEJ_1104702_Chapter1.pdf
http://repository.upi.edu/23960/5/S_SEJ_1104702_Chapter2.pdf
http://repository.upi.edu/23960/6/S_SEJ_1104702_Chapter3.pdf
http://repository.upi.edu/23960/7/S_SEJ_1104702_Chapter4.pdf
http://repository.upi.edu/23960/8/S_SEJ_1104702_Chapter5.pdf
http://repository.upi.edu/23960/9/S_SEJ_1104702_Bibliography.pdf
http://repository.upi.edu/23960/10/S_SEJ_1104702_Appendix1.pdf
http://repository.upi.edu/23960/11/S_SEJ_1104702_Appendix2.pdf
http://repository.upi.edu/23960/12/S_SEJ_1104702_Appendix3.pdf
http://repository.upi.edu/23960/13/S_SEJ_1104702_Appendix4.pdf