ELISITASI SENYAWA ANTRAKUINON PADA KALUS BATANG Morinda citrifolia (L.) DENGAN MENGGUNAKAN KITOSAN DARI KULIT UDANG WINDU (Penaeus monodon)
Morinda citrifolia (L.) merupakan salah satu sumber tanaman obat yang banyak digunakan karena mengandung banyak senyawa bioaktif. Antrakuinon merupakan salah satu senyawa yang dianggap penting dari sekian banyak senyawa bioaktif yang berupa metabolit sekunder. Antrakuinon banyak digunakan di bidang...
Saved in:
Main Author: | |
---|---|
Format: | Book |
Published: |
2017-08-25.
|
Subjects: | |
Online Access: | Link Metadata |
Tags: |
Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
|
Summary: | Morinda citrifolia (L.) merupakan salah satu sumber tanaman obat yang banyak digunakan karena mengandung banyak senyawa bioaktif. Antrakuinon merupakan salah satu senyawa yang dianggap penting dari sekian banyak senyawa bioaktif yang berupa metabolit sekunder. Antrakuinon banyak digunakan di bidang industri dan obat-obatan untuk berbagai keperluan, sehingga perlu dikembangkan metode dalam memproduksi senyawa tersebut. Berbagai strategi telah dipelajari secara ekstensif oleh para peneliti dalam meningkatkan metabolit sekunder tanaman terutama kemungkinan untuk mengubah produksinya dengan menggunakan teknik kultur jaringan. Tujuan dari penelitian ini adalah meningkatkan kandungan metabolit sekunder antrakuinon dalam kultur kalus Morinda citrifolia dengan metode elisitasi. Kalus M.citrifolia berasal dari eksplan batang muda yang ditanam pada medium Murashige dan Skoog (MS) dengan penambahan 2,4-D 1,75 ppm dan kinetin 1,5 ppm. Kalus yang telah diperoleh kemudian di subkultur pada medium yang sama dan setelah sampai pada subkultur ke 2, kalus dielisitasi dengan elisitor kitosan pada hari ke-19 setelah subkultur, masing-masing sebanyak 0,5 ml untuk setiap 2 gram kalus. Konsentrasi elisitor yang digunakan adalah 0,25; 0,5; 0,75; 1 mg/ml dan kontrol (0 mg/ml). Lama waktu elisitasi yang digunakan yaitu 0, 2, 4, dan 6 hari setelah elisitasi. Analisis kandungan antrakuinon dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum kandungan antrakuinon kalus batang M. citrifolia meningkat setelah dielisitasi dengan kitosan. Kandungan antrakuinon tertinggi dihasilkan oleh kultur kalus M. citrifolia yang dielisitasi pada konsentrasi 0,25 mg/ml dan lama elisitasi 6 hari. Kandungan antrakuinon meningkat 2,68 kali lipat dibandingkan dengan kultur tanpa elisitor.---------Morinda citrifolia (L.) is one of medicinal plants that are widely used because it contains many bioactive compounds. With respect to a huge number of bioactive compounds in the form of secondary metabolites, there are some important bioactive compounds. In particular, one of those bioactive compounds is an anthraquinone. Anthraquinone is widely used in industrial sectors and as medicines for various purposes. Extensively, the various strategies have been investigated by researchers in order to increase the secondary metabolite plants, especially the possibility of altering the production using a tissue culture technique. The purpose of this study is to increase the anthraquinone secondary metabolite content in the callus culture of Morinda citrifolia using an elicitation method. M.citrifolia callus was originated from the young stem explant planted on the Murashige and Skoog (MS) medium with the addition of 2,4-D 1,75 ppm and the kinetin of 1,5 ppm. The obtained callus was then subcultured on the same medium. After reaching at the second subculture, the callus was elicited using chitosan elicitors on the 19th day after the subculture processes, and each of them was around 0.5 ml for every 2 grams of the callus. In addition, the used elicitor concentrations were about 0.25, 0.5, 0.75 and 1 mg / ml, and control (0 mg / ml). Then, the length time of the elicitation needed was 0, 2, 4, and 6 days after the elicitation. In this present study, the analysis of anthraquinone content was conducted using a spectrophotometer. The result of this study generally showed thah the anthraquinone of M. citrifolia stem increased after elicitation with chitosan. The highest anthraquinone content was produced by the callus culture of M citrifolia which was elicited at the concentration of 0.25 mg / ml and the elicitation process took 6 days. In fact, the anthraquinone content increased around 2,68 times compared with the culture without an elicitor. |
---|---|
Item Description: | http://repository.upi.edu/30940/1/S_BIO_1305385_Title.pdf http://repository.upi.edu/30940/2/S_BIO_1305385_Abstract.pdf http://repository.upi.edu/30940/3/S_BIO_1305385_Table_of_Content.pdf http://repository.upi.edu/30940/4/S_BIO_1305385_Chapter1.pdf http://repository.upi.edu/30940/5/S_BIO_1305385_Chapter2.pdf http://repository.upi.edu/30940/6/S_BIO_1305385_Chapter3.pdf http://repository.upi.edu/30940/7/S_BIO_1305385_Chapter4.pdf http://repository.upi.edu/30940/8/S_BIO_1305385_Chapter5.pdf http://repository.upi.edu/30940/9/S_BIO_1305385_Bibliography.pdf http://repository.upi.edu/30940/10/S_BIO_1305385_Appendix.pdf |