STRATEGI TINDAK TUTUR MENGAJAK (KANYUU HYOUGEN) DALAM BAHASA JEPANG : DILIHAT DARI SUDUT PANDANG JENIS KELAMIN

Tindak tutur mengajak dapat dikategorikan sebagai bentuk perluasan dari ungkapan permohonan. Tindak tutur mengajak mengandung daya ilokusioner, yaitu berusaha membuat lawan tutur melakukan sesuatu yang diinginkan penutur. Oleh sebab itu, tindak tutur mengajak dikategorikan sebagai tindakan yang kemu...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: Galih Chandrawisesa, - (Author)
Format: Book
Published: 2019-07-24.
Subjects:
Online Access:Link Metadata
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
Description
Summary:Tindak tutur mengajak dapat dikategorikan sebagai bentuk perluasan dari ungkapan permohonan. Tindak tutur mengajak mengandung daya ilokusioner, yaitu berusaha membuat lawan tutur melakukan sesuatu yang diinginkan penutur. Oleh sebab itu, tindak tutur mengajak dikategorikan sebagai tindakan yang kemungkinan akan mengancam 'wajah' (face) lawan bicara atau bisa disebut face-threatening acts (FTA). Diperlukan adanya strategi dalam membuat tuturan ajakan sehingga penutur dapat menjaga agar tidak menggangu face lawan bicara. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan strategi yang digunakan oleh penutur bahasa Jepang dalam melakukan tindak tutur mengajak kepada teman sejenis dan lawan jenis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Data diperoleh menggunakan angket discourse completion test (DCT) dengan responden 60 mahasiswa Gunma University (30 laki-laki, 30 perempuan). Data yang dikumpulkan dianalisis berdasarkan strategi kesantunan (politenes strategy) dari Brown dan Levinson. Dari hasil analisi dapat diketahui bahwa dalam melakukan tindak tutur ajakan kepada teman lawan jenis, baik penutur laki-laki maupun penutur perempuan keduanya memiliki kecenderungan menggunakan strategi kesantunan negatif. Sedangkan strategi kesantunan positif sering digunakan hanya dalam situasi beban tuturan yang kecil dan lawan tutur teman sejenis saja. Penutur laki-laki cendeurng menggunakan bahasa laki-laki (danseigo) kepada teman sejenis, hal itu menunjukan sifat alami dari seorang laki-laki yang kuat dan penuh kemaskulinitasan. Sedangkan penutur perempuan menggunakan bahasa yang sopan dan halus, seperti karakteristik bahasa wanita yang lebih sopan dan tidak mendominasi. Dari situ dapat terlihat bahwa penutur bahasa Jepang memiliki kesadaran yang tinggi terhadap perbedaan jenis kelamin lawan tuturnya saat melakukan tindak tutur mengajak. ------- Invitation speech act can be categorized as a form of request expressions. Invitation speech act have an illocutionary force that make intrerlocutor do something that speakers want. Therefore, the invitation acts categorized as an action that is likely to threaten the 'face' of interlocutors and it is called as face-threatening acts (FTA). There is a need for a strategy in making invitations, so that speakers can maintain their utterance to not interfere the "face" of the interlocutors. This study aims to describe the strategies used by Japanese speakers in conducting speech acts to invite friends with similar and opposite gender. The method used in this study is a qualitative descriptive research method. The data was obtained using the discourse completion test (DCT) questionnaire with respondents from 60 Gunma University students (30 men and 30 women). Then, the collected data has been analyzed based on Brown and Levinson's politeness strategy. Results showed, that in doing invitation speech acts to friends with opposite gender, both male and female speakers tend to use negative politeness strategies. While the positive politeness strategy is only used in small imposition situations and to friends with similar gender. Male speakers tend to use men's language (danseigo) to similar gender friends, it shows the nature of a man who is strong and full of masculinity. While female speakers use polite and refined language, such as female language characteristics that are more polite and not dominating. From there, it can be seen that Japanese speakers have a high awareness of the differences in the gender of their interlocutor when they do speech acts.
Item Description:http://repository.upi.edu/36906/1/S_JEP_1405083_Title.pdf
http://repository.upi.edu/36906/2/S_JEP_1405083_Chapter1.pdf
http://repository.upi.edu/36906/3/S_JEP_1405083_Chapter2.pdf
http://repository.upi.edu/36906/4/S_JEP_1405083_Chapter3.pdf
http://repository.upi.edu/36906/5/S_JEP_1405083_Chapter4.pdf
http://repository.upi.edu/36906/6/S_JEP_1405083_Chapter5.pdf
http://repository.upi.edu/36906/7/S_JEP_1405083_Appendix.pdf