PERILAKU KEPEMIMPINAN INOVATIF DAN PENGARUHNYA PADA MUTU INSTITUSI PENDIDIKAN

Fakta membuktikan bahwa tidak mudah pimpinan institusi pendidikan untuk dapat menerima suatu 'top-down model innovation' karena sering dianggap sebagai beban yang merepotkan atau 'pemaksaan struktural' yang mau tidak mau harus dilaksanakan dan dianggap bukannya memecahkan masalah...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: Wimmy Ario Kuntjahjo, - (Author)
Format: Book
Published: 2003-02-03.
Subjects:
Online Access:Link Metadata
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
Description
Summary:Fakta membuktikan bahwa tidak mudah pimpinan institusi pendidikan untuk dapat menerima suatu 'top-down model innovation' karena sering dianggap sebagai beban yang merepotkan atau 'pemaksaan struktural' yang mau tidak mau harus dilaksanakan dan dianggap bukannya memecahkan masalah justru menimbulkan masalah, sedangkan 'bottom-up model innovation' sering dianggap akan menggoyahkan kedudukan sang direktur atau setidaknya dapat membuat 'instabilitas' atau gejolak yang tidak diinginkan.Untuk mengatasi permasalahan diatas, diperlukan pemimpin institusi pendidikan yang mempunyai kemampuan menciptakan/kreatif, yang mempunyai kepribadian matang, yang berani mengambil risiko dari segala tindakannya, yang mempunyai kemampuan mengkoordinasikan ide-ide inovatif baik 'top-down innovation* maupun 'buttom-up innovation, yang memungkinkan keterbukaan bagi pengaruh profesional luar. Perilaku seperti tersebut diatas peneliti nyatakan sebagai "Perilaku Kepemimpinan Inovatif" dan ini diyakini peneliti mempunyai pengaruh terhadap "Mutu Institusi Pendidikan".Berdasarkan studi kepustakaan, peneliti menemukan ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku kepemimpinan inovatif, yaitu (a) motivasi; (b) perilaku inovatif dan c) gaya kepemimpinan, sedangkan untuk kontrol penelitian ini adalah (a) pendidikan responden; (b) posisi responden; (c) jenis kelamin responden; (d) lokasi institusi pendidikan; (e) pemilikan institusi pendidikan; (f) kemampuan responden dalam berbahasa Inggris dan (g) kemampuan responden dalam mengoperasionalkan internet.Pada akhirnya penelitian ini membuktikan bahwa:Pertama, top-down model innovation masih dibutuhkan untuk dapat meningkatkan mutu institusi pendidikan, dengan demikian hendaknya tidak dianggap sebagai beban yang merepotkan atau pemaksaan struktural yang harus dilaksanakan oleh institusi pendidikan, disisi lain buttom-up model innovation' harus tenis ditumbuhkan apalagi menghadapi era desentralisasi yang semuanya menjadi kewenangan di daerah.Kedua, dalam tingkatan pengaruh yang berbeda, motivasi, perilaku inovatif dan gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap perilaku kepemimpinan inovatif maupun terhadap mutu institusi pendidikan, lebih lanjut penelitian ini juga menunjukkan bahwa perilaku kepemimpinan inovatif mempunyai pengaruh secara langsung dan positif terhadap peningkatan mutu institusi pendidikan.Ketiga, ditinjau dari besaran koefisien determinasi (R2) berbagai kontrol terhadap variabel dependen menunjukkan bahwa 'wanita dengan tiga bintang' diyakini mempunyai perilaku kepemimpinan inovatif yang tinggi yang secara tidak langsung akan mempengaruhi peningkatan mutu institusi pendidikan, sedangkan ipria dengan tiga bintang' diyakini mempunyai kemampuan yang tinggi untuk secara langsung meningkatkan mutu institusi pendidikan Keempat, dengan demikian pria maupun wanita yang mempunyai kemampuan "tiga bintang" diyakini peneliti berkaitan erat dengan perilaku kepemimpinan inovatif dan pada akhirnya baik secara langsung maupun tidak langsung akan dapat meningkatan mutu institusi pendidikan. Tiga bintang yang dimaksud, adalah: (a) berpendidikan S2-S3 yang sesuai dengan bakat dan menunjang proses pembelajaran; (b) mempunyai kemampuan dalam berbahasa Inggris dan (c) mempunyai kemampuan mengoperasionalkan internet Berdasarkan hasil-hasil penelitian dan kesimpulan tersebut diatas maka dengan berani peneliti menyatakan bahwa keterlibatan pemerintah pusat dalam arti adanya 'political will' berkaitan dengan "Proyek Tiga Bintang" adalah sangat serius, karena dalam rangka globalisasi kalau pemerintah tidak menghendaki ketertinggalan lebih berlarut khususnya sumber daya manusia di bidang pendidikan, maka pelaksanaan proyek tiga bintang harus menjadi perhatian dan segera harus dilaksanakan.Keterlibatan pemerintah pusat adalah berkaitan dengan payung hukum, artinya pemerintah pusat berkewajiban membuat peraturan-peraturan yang memudahkan masyarakat khususnya pelajar-anak didik bangsa Indonesia untuk dapat menggapai 'tiga bintang'. Ketegasan ini hendaknya dimulai dari upaya dicantumkannya proyek tiga bintang ini dalam Undang-Undang Pendidikan yang berkaitan dengan 'Sistem Pendidikan Nasional', hal yang paling mendasar adalah perlunya dicantumkan kata "Bahasa Inggris sebagai bahasa nasional kedua setelah bahasa Indonesia"
Item Description:http://repository.upi.edu/55963/1/D_ADPEND_999884_table_of_content.pdf
http://repository.upi.edu/55963/2/D_ADPEND_999884_chapter1.pdf
http://repository.upi.edu/55963/3/D_ADPEND_999884_chapter2.pdf
http://repository.upi.edu/55963/4/D_ADPEND_999884_chapter3.pdf
http://repository.upi.edu/55963/5/D_ADPEND_999884_chapter4.pdf
http://repository.upi.edu/55963/6/D_ADPEND_999884_chapter5.pdf
http://repository.upi.edu/55963/7/D_ADPEND_999884_bibliography.pdf