PERAN ORGANISASI PRAMUKA DALAM MEMBINA KARAKTER ANTI KORUPSI PADA SISWA (Studi Deskriptif di SMP Kartika XIX-2 Bandung)
Kasus korupsi yang banyak terjadi di negara ini menjadi cerminan lemahnya moral dan perilaku, apabila dibiarkan akan memberi pengaruh negatif pada jati diri bangsa. Berbagai upaya ditempuh untuk mencegah dan memberantas korupsi salah satunya dengan pendekatan budaya melalui pendidikan anti korupsi,...
Saved in:
Main Author: | |
---|---|
Format: | Book |
Published: |
2021-08-26.
|
Subjects: | |
Online Access: | Link Metadata |
Tags: |
Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
|
Summary: | Kasus korupsi yang banyak terjadi di negara ini menjadi cerminan lemahnya moral dan perilaku, apabila dibiarkan akan memberi pengaruh negatif pada jati diri bangsa. Berbagai upaya ditempuh untuk mencegah dan memberantas korupsi salah satunya dengan pendekatan budaya melalui pendidikan anti korupsi, bukan hanya pada pendidikan formal tetapi hal ini dapat diterapkan pada pendidikan nonformal misalnya dengan organisasi atau estrakurikuler. Salah satu organisasi tersebut adalah Pramuka, karena dengan berbagai kegiatannya yang menarik dianggap sebagai upaya yang cukup tepat untuk mencegah tindak korupsi. Berkenaan dengan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peran organisasi pramuka dalam membina karakter anti korupsi pada siswa, khususnya di SMP Kartika XIX-2 Bandung dengan menganalisis strategi, kendala dan upaya yang dilakukan dalam membina nilai-nilai anti korupsi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan studi dokumentasi serta anlisis data menggunakan model Miles dan Huberman. Berdasarkan penelitian ini ditemukan bahwa strategi yang dilakukan yaitu dengan melakukan beberapa tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Ditemukan juga dua faktor kendala yang dihadapi yaitu kendala karena faktor internal dan kendala karena faktor eksternal. Adapun upaya untuk mengatasi kendala tersebut dilakukan dengan (1) bekerja sama dengan kesiswaan; (2) melibatkan guru-guru untuk menjadi pembina pramuka; (3) menggunakan metode rolling untuk pembagian peran siswa; (4) bekerja sama dengan penegak; (5) lebih intensif bekerja sama dengan orang tua, guru BK dan wali kelas; (6) Pembina dan siswa harus lebih aktif; serta (7) rencana kegiatan harus disusun secara lebih matang. Many cases of corruption that occur in this country are a reflection of weak morals and behavior, if left unchecked will have a negative influence on national identity. Various efforts have been achieved to prevent and eradicate corruption, one of which is by using a cultural approach only through anti-corruption education, not only in formal education, but also can be applied to non-formal education, for example with organizations or extracurricular activities. One of these organizations is the Scouts, because with its various activities it is considered an appropriate effort to prevent corruption. In this regard, this study aims to describe the role of scout organizations in fostering anti-corruption characters in students, especially at Kartika XIX-2 Bandung Junior High School by analyzing strategies, constraint and efforts made in fostering anti-corruption values. This study uses a qualitative approach with a descriptive method. Data was collected by observation, interviews and documentation studies, as well as data analysis using the Miles and Huberman model. Based on this research, it was found that the strategy carried out was by carrying out several stages, namely planning, implementation and supervision. From this research, it was found that there were two constraint factors faced, namely constraints due to internal factors and constraints due to external factors. The efforts to overcome these obstacles are carried out by (1) cooperating with students; (2) involving teachers to become scout coaches; (3) using the rolling method for the division of student roles; (4) cooperate with enforcers; (5) more intensive collaboration with parents, counseling guidance teacher and homeroom teachers; (6) coaches and students must be more active; and (7) activity plans should be prepared thoroughly. |
---|---|
Item Description: | http://repository.upi.edu/69125/1/S_PSIPS_1700619_Title.pdf http://repository.upi.edu/69125/2/S_PSIPS_1700619_Chapter%201.pdf http://repository.upi.edu/69125/3/S_PSIPS_1700619_Chapter%202.pdf http://repository.upi.edu/69125/4/S_PSIPS_1700619_Chapter%203.pdf http://repository.upi.edu/69125/5/S_PSIPS_1700619_Chapter%204.pdf http://repository.upi.edu/69125/6/S_PSIPS_1700619_Chapter%205.pdf http://repository.upi.edu/69125/7/S_PSIPS_1700619_Appendix.pdf |