INTRIK POLITIK RUDOLF HESSDALAM PARTAI NAZI (1920-1941)

Hess Dalam Partai Nazi (1920-1941)". Adapun masalah yang diangkat dalam skripsi ini adalah bagaimana langkah politik Rudolf Hess dalam Partai Nazi. Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode historis. Penelitian historis (historical research) merupakan suatu usaha untuk men...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: Deni Awal Setiawan, - (Author)
Format: Book
Published: 2009-08-31.
Subjects:
Online Access:Link Metadata
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
Description
Summary:Hess Dalam Partai Nazi (1920-1941)". Adapun masalah yang diangkat dalam skripsi ini adalah bagaimana langkah politik Rudolf Hess dalam Partai Nazi. Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode historis. Penelitian historis (historical research) merupakan suatu usaha untuk menggali fakta-fakta, dan menyusun kesimpulan dari peristiwa-peristiwa masa lampau. Didukung oleh langkah-langkah penelitian yang mengacu pada proses metodologi penelitian dalam penelitian sejarah. Masalah utama pada penelitian ini, yaitu: 1) Mengapa terjadi intrik di Partai Nazi. 2) Bagaimana cara Hess melakukan intrik politiknya di Partai Nazi. 3) Bagaimana cara Rudolf Hess menjalin kerjasama dengan musuh-musuh Jerman. Dari berbagai sumber diperoleh informasi bahwa Nazi merupakan gerakan masa yang bereaksi atas buruknya kondisi sosial, politik dan ekonomi di Jerman akibat Perang Dunia I. Nazi yang menganut paham nasionalis-sosialis sangat dihidupkan oleh mitos bangsa Jerman yang mempunyai kedudukan lebih tinggi dari semua bangsa-bangsa di dunia baik mengenai ciri-ciri jasmaniah maupun rohaniahnya. Namun, tanpa orang-orang sadari ternyata Nazi bukanlah sebuah partai buruh yang diorganisir secara masif dan dipenuhi oleh anggota-anggota yang memiliki loyalitas tanpa batas kepada Hitler sebagai sang Fuhrer. Seperti partai lainnya, dalam tubuh Partai Nazi pun terjadi intrik-intrik yang beraroma saling menjatuhkan, keinginan membalas dendam dan juga pengkhianatan. Para anggota Nazi seperti terjebak dalam Fuhrerprinzip, yakni menjalankan perintah dan kewajiban dari sang pemimpin. Begitu besarnya visi tersebut sehingga setiap pengikutnya akan menerjemahkan keinginan Hitler dengan cara apapun. Misalkan saja yang dilakukan Rudolf Hess, ia meyakini semua langkah dan kebijakan Hitler sebagai sesuatu kebenaran yang tidak bisa dibantah apalagi dikritik. Pada pertemuan pertamanya dengan Hitler, Hess mengatakan bahwa dia merasakan seolah-olah yang terpedaya oleh visi Hitler. Hess juga sangat ingin menjadi seperti Hitler yang ahli berpidato dan propaganda. Untuk mendapatkan kepercayaan dari Hitler, Hess bahkan rela jatuh dalam lingkaran homoseksual Hitler. Namun, tak ada yang abadi dalam dunia politik, karena lambat laun posisi Hess dalam Partai Nazi mulai melemah. Seiring melemahnya pengaruh Rudolf Hess dalam lingkungan Nazi itu, ia melakukan langkah konyol dengan merencanakan terbang solo ke Inggris untuk menemui Duke of Hamilton dengan harapan langkah ini bisa membawa kemenangan diplomatiknya. Penerbangan rahasia Hess yang dianggap misi untuk mendapatkan hati Hitler kembali itu, justru menjadi malapetaka bagi Hess sendiri. Hitler yang marah besar segera mencopot jabatan Hess dalam Partai Nazi dan menyerahkannya kepada Martin Bormann. Lebih parah lagi, sampai hari-hari terakhir hidupnya, Hess berada dalam penjara musuh akibat misi konyol yang dilakukannya. Penelitian diakhiri dengan kesimpulan sebagai intisari jawaban terhadap masalah secara keseluruhan.
Item Description:http://repository.upi.edu/92564/1/s_sej_022808_table_of_content.pdf
http://repository.upi.edu/92564/2/s_sej_022808_chapter1.pdf
http://repository.upi.edu/92564/3/s_sej_022808_chapter3.pdf
http://repository.upi.edu/92564/4/s_sej_022808_chapter5.pdf
http://repository.upi.edu/92564/5/s_sej_022808_bibliography.pdf