PERAN POLITIK NAHDATUL ULAMA PADA MASA DEMOKRASI LIBERAL TAHU 1949-1959

Skripsi yang berjudul "PERAN POLITIK NAHDLATUL ULAMA PADA MASA DEMOKRASI LIBERAL TAHUN 1949-1959" membahas peranan dan argumentasi Nahdlatul Ulama selama berkiprah dalam panggung politik nasional. Masalah utama yang dibahas dalam skripsi ini ialah "Bagaimana peran politik Nahdlatul Ul...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: Muhammad Ilham Gilang, - (Author)
Format: Book
Published: 2012-07-04.
Subjects:
Online Access:Link Metadata
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
Description
Summary:Skripsi yang berjudul "PERAN POLITIK NAHDLATUL ULAMA PADA MASA DEMOKRASI LIBERAL TAHUN 1949-1959" membahas peranan dan argumentasi Nahdlatul Ulama selama berkiprah dalam panggung politik nasional. Masalah utama yang dibahas dalam skripsi ini ialah "Bagaimana peran politik Nahdlatul Ulama pada masa demokrasi liberal". Masalah utama tersebut kemudian dibagi menjadi enam pertanyaan penelitian, yaitu (1) Bagaimana situasi politik Indonesia pada saat demokrasi liberal 1949-1959; (2) Mengapa Nahdlatul Ulama keluar dari partai Masyumi; (3) Bagaimana gerak politik Nahdlatul Ulama menghadapi pemilu 1955; (4) Bagaimana sikap politik Nahdlatul Ulama dalam Majelis Konstituante;(5) Bagaimana sikap Nahdlatul Ulama terhadap NASAKOM;(6) Bagimana sikap politik Nahdlatul Ulama terhadap kebijakan demokrasi terpimpin. Metode yang digunakan ialah metode historis, yang meliputi pengumpulan sumber (heuristik) baik tulisan maupun lisan, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Pengumpulan sumber tulisan dilakukan dengan teknik studi literatur serta peninggalan dokumen-dokumen dan surat-surat, sedangkan sumber lisan dengan teknik wawancara dan melibatkan diri dalam kehidupan objek penelitian. Teori patron-klien digunakan sebagai alat analisis yang ditunjang oleh pendekatan dari ilmu sosiologi tentang konsep peran. Kiprah politik Nahdlatul Ulama (NU) dibangun bukanlah atas dasar cita-cita diawal pembentukannya, namun berdasarkan keterlibatannya dalam partai Masyumi. Seiring dengan perubahan-perubahan politik di Masyumi, NU harus tanggap dalam merespon keadaan demi menjaga wibawa ulama dalam struktur politik nasional. Sehingga membentuk partai NU pada bulan Mei 1952. Selanjutnya, NU yang merupakan wadah gagasan para ulama Ahlus Sunnah Wal Jama'ah dengan jumlah penganut yang besar menjadi the "rising star" kekuatan politik di Indonesia selama periode demokrasi liberal. Partai NU memainkan peran politik di empat kabinet pemerintahan, yakni kabinet Ali I, Burhanuddin Harahap, Ali II, dan Djuanda. Dalam Konstituante, NU melalui fraksinya, mengusulkan rumusan pancasila-Islam sebagai upaya menjembatani kepentingan 'blok Pancasila' dan 'blok Islam', serta merekomendasikan soal-soal pokok yang harus ada dalam UUD baru. Dalam kabinet Djuanda yang menjadi transisi ke arah demokrasi terpimpin, NU bertindak kompromi dengan tetap masuk dalam kabinet, agar tetap mampu memberikan kontrol dari dalam lingkaran kekuasaan. Kemudian, sikap politiknya terhadap Nasakom juga bersifat akomodatif dan persuasif terhadap Soekarno. Kedua perilaku politik ini bersandar pada pandangan agama, yakni amar ma'ruf nahi munkar (menganjurkan kebaikan dan mencegah kejahatan) dan kaidah ushul fiqh "Dar'ul mafasid muqaddamun 'alaa jalb al-mashalih" (menghindari bahaya lebih diutamakan dari pada melaksanakan kebaikan) sebagai landasan dalam berfikir, bertindak, dan berperilaku dalam politik.
Item Description:http://repository.upi.edu/94064/1/s_jep_0808273_table_of_content%282%29.pdf
http://repository.upi.edu/94064/2/s_jep_0808273_chapter1%282%29.pdf
http://repository.upi.edu/94064/3/s_jep_0808273_chapter3%282%29.pdf
http://repository.upi.edu/94064/4/s_jep_0808273_chapter5%282%29.pdf
http://repository.upi.edu/94064/5/s_jep_0808273_bibliography%282%29.pdf