DINAMIKA HUBUNGAN PEMERINTAHAN PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH: Sebuah Kajian Terhadap Kondisi Sosial, Politik dan Keamanan Masyarakat Aceh dari 1999-2006

Skripsi ini berjudul Dinamika Hubungan Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah : "Sebuah Kajian Terhadap Kondisi Sosial, Politik dan Keamanan Masyarakat Aceh dari 1999-2006". Metode penelitian yang digunakan adalah metode historis yang meliputi pengumpulan sumber, kritik sumber, interpr...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: T. Bahagia Kesuma, - (Author)
Format: Book
Published: 2012-01-27.
Subjects:
Online Access:Link Metadata
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!

MARC

LEADER 00000 am a22000003u 4500
001 repoupi_97947
042 |a dc 
100 1 0 |a T. Bahagia Kesuma, -  |e author 
245 0 0 |a DINAMIKA HUBUNGAN PEMERINTAHAN PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH: Sebuah Kajian Terhadap Kondisi Sosial, Politik dan Keamanan Masyarakat Aceh dari 1999-2006 
260 |c 2012-01-27. 
500 |a http://repository.upi.edu/97947/1/s_sej_0704742_table_of_content.pdf 
500 |a http://repository.upi.edu/97947/2/s_sej_0704742_chapter1.pdf 
500 |a http://repository.upi.edu/97947/3/s_sej_0704742_chapter3.pdf 
500 |a http://repository.upi.edu/97947/4/s_sej_0704742_chapter5.pdf 
500 |a http://repository.upi.edu/97947/5/s_sej_0704742_bibliography.pdf 
520 |a Skripsi ini berjudul Dinamika Hubungan Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah : "Sebuah Kajian Terhadap Kondisi Sosial, Politik dan Keamanan Masyarakat Aceh dari 1999-2006". Metode penelitian yang digunakan adalah metode historis yang meliputi pengumpulan sumber, kritik sumber, interpretasi dan historiografi. Dalam melakukan penelitian penulis menggunakan penggumpulan studi literatur dan penggunaan sejarah lisan (oral history) melalui teknik wawancara. Permasalahan yang dikaji berkaitan dengan alasan pergantian status Pemerintahan Aceh tahun 1999-2006 dan realisasi pelaksanaannya terhadap perkembangan masyarakat Aceh dari aspek sosial, politik dan keamanan. Hubungan Aceh dan Pemerintah Pusat terjadi pasang surut pada tahun 1999-2006, karena pada masa ini Indonesia terjadi empat kali pergantian presiden. Menarik untuk kita teliti bagaimana mereka mencari solusi gejolak yang terjadi di masyarakat Aceh. Pasca DOM (1989-1998) dicabut pada 7 Agustus 1998 konflik tetap terjadi di Aceh. Sehingga masyarakat Aceh melakukan Sidang Umum Masyarakat Pejuang Referendum (SU-MPR) Aceh di Masjid Raya Baiturrahman Rakyat Aceh pada 8 November 1999 yang di hadiri lebih dari 1,5 juta rakyat Aceh. Salah satu isu yang mencuat adalah referendum. Solusi yang ditawarkan pemerintahan B.J Habibie yaitu mengeluarkan sebuah UU Nomor 44 Tahun 1999 yang menegaskan kembali status keistimewaan bagi Aceh. Solusi yang ditawarkan pemerintah kepada Aceh tersebut tetap tidak dapat meredam gejolak yang terjadi di "Tanah Rencong". Pada masa Presiden Abdurahman Wahid yang menggantikan B.J. Habibie dilakukan suatu upaya untuk menyelesaikan konflik Aceh yang telah lama terjadi dengan menawarkan otonomi sepenuhnya, bagi hasil pendapatan eksploitasi minyak, gas, bumi dan menerapkan syariat Islam kepada daerah Aceh. Pada 21 November 2001 disahkan UU Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam oleh Presiden Megawati Soekarnoputri. Gagalnya "Jeda Kemanusiaan I dan II tahun 2000-2001" di era Presiden Abdurrahman Wahid hingga "Perjanjian Penghentian Permusuhan (CoHA) tahun 2002-2003" di masa Presiden Megawati Sukarnoputri yang difasilitasi oleh HDC (Henry Dunant Center) mendasari diberlakukannya Darurat Militer sejak 18 Mei 2003 di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Presiden Megawati Soekarnoputri pada 18 Mei 2004 menurunkan status Aceh menjadi Darurat Sipil. Situasi politik dan keamanan yang pasang surut menyebabkan perubahan sosial di masyarakat Aceh. Hal ini menyebabkan perubahan karakter kehidupan masyarakat Aceh yang sangat menghargai tata kehidupan sosial dan saling bahu membahu menolong sesama, berubah menjadi masyarakat yang tidak toleran, penuh kecurigaan, tertutup dan hidup tertekan. Peristiwa gempa dan tsunami 26 Desember 2004 Aceh, membuat pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla, berunding kembali dengan GAM untuk mewujudkan perdamaian abadi. Crisis Management Initiative (CMI) ditunjuk sebagai juru penengah. Pada tanggal 15 Agustus 2005 lahirlah Memorandum of Understanding Helsinki, Finlandia. Salah satu implementasi dari MoU tersebut adalah lahirnya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, yang merupakan harapan baru bagi masyarakat Aceh. 
546 |a en 
546 |a en 
546 |a en 
546 |a en 
546 |a en 
690 |a D History (General) 
690 |a DS Asia 
655 7 |a Thesis  |2 local 
655 7 |a NonPeerReviewed  |2 local 
787 0 |n http://repository.upi.edu/97947/ 
787 0 |n http://repository.upi.edu 
856 |u https://repository.upi.edu/97947  |z Link Metadata