BEDA NILAI INTERNATIONAL PROSTATE SYMPTOM SCORE (IPSS) SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN TAMSULOSIN PADA PASIEN BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH) DI POLI BEDAH UROLOGI RSPAD GATOT SOEBROTO JAKARTA
Benign Prostate Hyperplasia (BPH) merupakan bentuk pembesaran jinak tersering pada kelenjar prostat. BPH adalah penyakit terbanyak kedua di bidang urologi setelah batu saluran kemih. Pasien BPH umumnya mengeluhkan Lower Urinary Track Symptom (LUTS). Untuk mengurangi keluhan dilakukan penatalaksanaan...
Saved in:
Main Author: | |
---|---|
Format: | Book |
Published: |
2018-08-20.
|
Subjects: | |
Online Access: | Link Metadata |
Tags: |
Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
|
Summary: | Benign Prostate Hyperplasia (BPH) merupakan bentuk pembesaran jinak tersering pada kelenjar prostat. BPH adalah penyakit terbanyak kedua di bidang urologi setelah batu saluran kemih. Pasien BPH umumnya mengeluhkan Lower Urinary Track Symptom (LUTS). Untuk mengurangi keluhan dilakukan penatalaksanaan pada pasien berdasarkan berat ringannya BPH yang dinilai dengan skor International Prostate Symptom Score (IPSS). Salah satu penatalaksaan BPH adalah mengkonsumsi tamsulosin yang merupakan obat inhibitor α1 adrenergik untuk merelaksasi otot-otot prostat. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan nilai IPSS pasien BPH antara sebelum dan sesudah pemberian tamsulosin. Jenis penelitian ini adalah analitik komparatif dengan desain penelitian pre and post test without control group dan pengambilan sampel dengan menggunakan metode nonprobability sampling dengan jumlah subjek 30 orang. Data dianalisis dengan uji T berpasangan. Hasil menunjukkan terdapat perbedaan nilai IPSS yang sangat signifikan (p<0,01) pada pasien BPH sebelum dan sesudah pemberian tamsulosin. Nilai perbedaan rerataIPSS awal sampai setelah 2 minggu adalah lebih kecil (3.367) dibandingkan perbedaan rerata nilai IPSS awal sampai satu bulan pemberian tamsulosin (5.900). Tamsulosin dapat menurunkan nilai IPSS pasien BPH. Kerja tamsulosin sebagai inhibitor α1 adrenergik akan menghambat pengikatan ligan pada reseptornya. Terhambatnya ligan mengakibatkan tidak terjadinya peningkatan respon saraf simpatis dan aliran urin akan menjadi lancar dan keluhan berkurang. |
---|---|
Item Description: | http://repository.upnvj.ac.id/5356/1/AWAL.pdf http://repository.upnvj.ac.id/5356/1/ABSTRAK.pdf http://repository.upnvj.ac.id/5356/9/BAB%20I.pdf http://repository.upnvj.ac.id/5356/4/BAB%20II.pdf http://repository.upnvj.ac.id/5356/2/BAB%20III.pdf http://repository.upnvj.ac.id/5356/3/BAB%20IV.pdf http://repository.upnvj.ac.id/5356/7/BAB%20V.pdf http://repository.upnvj.ac.id/5356/5/DAFTAR%20PUSTAKA.pdf http://repository.upnvj.ac.id/5356/8/RIWAYAT%20HIDUP.pdf http://repository.upnvj.ac.id/5356/6/LAMPIRAN.pdf |