LEMBAGA PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH NON LITIGASI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dalam menyelesaikan sengketa perbankan Syari'ah non litigasi dan mengetahui implementasi lembaga penyelesaian sengketa perbankan syari'ah non litigasi dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 199...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: Sujiati, - (Author)
Format: Book
Published: 2015-07.
Subjects:
Online Access:Link Metadata
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
Description
Summary:Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dalam menyelesaikan sengketa perbankan Syari'ah non litigasi dan mengetahui implementasi lembaga penyelesaian sengketa perbankan syari'ah non litigasi dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Teori yang digunakan adalah aliran kemanfaatan, menyatakan bahwa hakikat kebahagiaan adalah kenikmatan dan kehidupan yang bebas dari kesengsaraan. Baik buruknya hukum harus diukur dari baik-buruknya akibat yang dihasilkan oleh penerapan hukum itu, dengan asas kepastian hukum. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan pendekatan secara yuridis normative, dimana diteliti data sekunder dan data primer yang bersumber dari penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan. Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) sebagai lembaga otonom yang berperan dalam menyelesaikan sengketa perbankan syariah, dimana dalam memutuskan suatu keputusan hukum atas masalah yang dipersengketakan yakni dengan cara tahkim, dalam hal ini peran Badan arbitrase syari'ah Nasional masih sangat terbatas, mengingat adanya suatu klausul sebagaimana tercantum di dalam pasal 2 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa, dimana dalam hal ini hanya mereka para pihak dalam suatu hubungan hukum yang telah mengadakan perjanjian secara tegas, bilamana dikemudian hari terjadi perselisihan akan ditempuh melalui jalur arbitrase. Tentu hal ini sangat jauh berbeda dengan upaya penyelesaian sengketa melalui upaya hukum litigasi, yang mana para pihak dalam suatu hubungan hukum, tidak ada suatu keharusan dalam perjanjian, mengenai upaya apa yang akan ditempuh bilamana terjadi sengketa. Hal ini yang menjadikan tidak adanya keterbatasan terhadap banyaknya sengketa yang masuk melalui jalur litigasi. Saran yang disampaikan oleh penulis membatasi kewenangan dari badan arbitrase sebagai lembaga alternatif penyelesaian sengketa bisnis, agar peran badan arbitrase lebih luas dan independen, maka ketentuan pasal 59 Undang-undang No. 30 tahun 1999 Tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa, harus segera di revisi. Agar posisi Badan arbitrase sejajar dengan pengadilan serta bisa menjalankan putusannya sendiri tanpa mendaftarkan putusannya pada pengadilan.
Item Description:http://repository.upnvj.ac.id/5797/2/AWAL.pdf
http://repository.upnvj.ac.id/5797/1/ABSTRAK.pdf
http://repository.upnvj.ac.id/5797/3/BAB%20I.pdf
http://repository.upnvj.ac.id/5797/6/BAB%20II.pdf
http://repository.upnvj.ac.id/5797/4/BAB%20III.pdf
http://repository.upnvj.ac.id/5797/5/BAB%20IV.pdf
http://repository.upnvj.ac.id/5797/9/BAB%20V.pdf
http://repository.upnvj.ac.id/5797/8/DAFTAR%20PUSTAKA.pdf
http://repository.upnvj.ac.id/5797/7/RIWAYAT%20HIDUP.pdf